Minggu, 16 Januari 2011

SIKAP MEDIA PASCA BENCANA

Kondisi satu daerah '' pasca bencana '' pada umumnya kurang mendapatkan perhatian media.Baik lokal maupun nasional.Televisi, koran maupun radio yang ketika bencana berlangsung, memberikan ruang khusus pemberitaan, kini melepaskan perhatiannya.

Sedangkan kondisi masyarakat '' pasca bencana '', tidak serta merta lebih baik dibandingkan sebelumnya.Mereka harus menghadapi persoalan yang lebih panjang.Yakni mengenai tempat tinggal, cara mendapatkan pekerjaan kembali, memulihkan daerah yang rusak akibat bencana alam dan masih banyak lagi.

Janji-janji pemerintah untuk memperhatikan rakyatnya yang terkena bencana sebenarnya juga layak menjadi fokus perhatian.Misalnya, bagaimana realisasi mengenai uang pengganti ternak yang pernah dijanjikan Presiden Yudhoyono kepada para korban erupsi Merapi.Apakah sudah terrealisasi secara keseluruhan atau belum.Kita tidak pernah mendapatkan informasi mengenai hal ini.Boleh jadi karena tertutup kasus Gayus yang sangat sensasional.Atau justru tertutup oleh isu Keistimewaan DIY yang sampai saat ini masih mengambang.

Syarat suatu peristiwa layak disebut berita ketika adanya hal-hal yang berbeda.Barangkali media menganggap kondisi daerah '' pasca bencana '' kurang layak disebut berbeda.Tetapi para jurnalis ataupun juru kamera seharusnya memahami bahwa, masyarakat juga memerlukan informasi setelah bencana selesai.Apabila kondisi yang sudah aman dianggap tidak layak lagi dijadikan sebagai objek pemberitaan, artinya seakan-akan berita harus berisi persoalan ironi.

Keberadaan media, yang tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan bisnis memang membutuhkan penyajian berita yang layak jual.Demi mendatangkan iklan atau oplah yang banyak bagi media cetak.Meski begitu, kemanfaatan berita bagi masyarakat juga tidak dapat begitu saja diabaikan.Karena objek sekaligus konsumennya adalah masyarakat.

Sesungguhnya masyarakat begitu banyak berharap kepada media, khususnya menyangkut informasi.Pendistribusian bantuan dana bencana dari pemerintah, juga tidak mendapatkan perhatian media.Mereka para insan media lebih tertarik melakukan peliputan, apabila bencana kembali melanda.Contohnya, banjir lahar dingin di daeran Magelang, kontan menjadi fokus pemberitaan.Tetapi kondisi nasib petani salak di daerah Sleman '' pasca bencana '', yang kebunnya rusak akibat erupsi Merapi, sama sekali tidak pernah diberitakan.

Para jurnalis sebenarnya dituntut untuk peka menangkap porsoalan-persoalan sosial masyarakat.Bukan semata-mata hanya mempunyai kepandaian kognitif ( yang memang menjadi syarat dasar seorang wartawan), namun juga peka menangkap persoalan yang menyangkut kepentingan orang banyak.Masyarakat, dengan kemajuan pendidikan, akses informasi yang mudah maupun peningkatan kecerdasan, disadari atau tidak mulai selektif dalam memilih media.Media yang hanya '' bombastis '', mulai banyak ditinggalkan masyarakat yang sudah terdidik.

Kepentingan bisnis perusahaan media, hendaknya tidak mengenyampingkan kepentingan masyarat.Faktanya memang banyak kita lihat, nasib media yang kurang komersil, lambat laun akan gulung tikar.Bisnis media memerlukan modal yang tidak sedikit.Kita bisa menghitung, berapa besar biaya yang diperlukan sebuah televisi apalagi berskala nasional supaya dapat melakukan siaran.Mulai dari peralatan maupun faktor manusianya.Media cetakpun tidak terlepas dari permodalan yang sedikit.

Oleh karena itu peran media yang memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, khususnya '' pasca bencana '' sangat diperlukan.Karena media, saat ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar